Selasa, 16 Oktober 2012

Pendidikan Luar Biasa, Pendidikan Khusus, atau Pendidikan Kebutuhan Khusus?

Special Education
Istilah "pendidikan luar biasa" atau "pendidikan khusus" adalah terjemahan dari "special education". Hingga awal tahun 1970-an Special education didefinisikan sebagai profesi yang dimaksudkan untuk mengelola variabel-variabel pendidikan guna mencegah, mengurangi, atau menghilangkan kondisi-kondisi yang mengakibatkan gangguan-gangguan yang signifikan terhadap keberfungsian anak dalam bidang akademik, komunikasi, lokomotor, atau penyesuaian, dan anak yang menjadi targetnya disebut "exceptional children" ("anak berkelainan" atau "anak luar biasa" (Smith et al., 1975).
Sejak tahun 1980-an, fokus special education adalah kebutuhan khusus anak dan intervensi lingkungan agar kebutuhan khusus anak itu dapat terpenuhi. Anak yang menjadi fokus special education itu disebut "children with special needs". Oleh karena itu, Wikipedia mendefinisikan special education sebagai berikut:
Special education is the education of students with special needs in a way that addresses the students' individual differences and needs. Ideally, this process involves the individually planned and systematically monitored arrangement of teaching procedures, adapted equipment and materials, accessible settings, and other interventions designed to help learners with special needs achieve a higher level of personal self-sufficiency and success in school and community than would be available if the student were only given access to a typical classroom education. (Wikipedia, 2012).
Kebutuhan khusus tersebut adalah yang diakibatkan oleh berbagai kategori disabilitas dan keberbakatan (giftedness).
Special Needs Education
Dalam konteks pendidikan inklusif, Pernyataan Salamanca (UNESCO, 1994) memperluas konsep kebutuhan khusus itu sehingga tidak hanya kebutuhan khusus akibat disabilitas dan keberbakatan tetapi juga mencakup "anak jalanan dan anak pekerja, anak dari penduduk terpencil ataupun pengembara, anak dari kelompok linguistik, etnik ataupun kebudayaan minoritas, serta anak dari daerah atau kelompok lain yang tak beruntung".
Kelompok disiplin ilmu yang mengkaji kebutuhan pendidikan dengan konsep yang luas ini disebut "special needs education" (pendidikan kebutuhan khusus).
Special Education atau Special Needs Education?
Sebagaimana dapat kita lihat pada paparan di atas, bidang kajian special needs education lebih luas daripada bidang kajian special education. Ini berarti bahwa Special needs education bukan sekedar nama baru untuk special education melainkan special needs education merupakan perluasan bidang kajian special education. Special education hanya mengkaji kebutuhan khusus akibat disabilitas dan keberbakatan, sedangkan special needs education lebih dari itu; dia mencakup juga kajian tentang kebutuhan khusus akibat faktor-faktor lain seperti faktor ekonomi, sosial, politik, geografi, etnografi, dll. Oleh karena itu, bidang kajian special needs education seyogyanya juga merupakan bidang kajian jurusan-jurusan lain seperti PGSD, PGTK, serta berbagai jurusan yang berfokus pada bidang studi tertentu seperti bahasa, IPS, IPA dll.
Karena jurusan yang selama ini di UPI dinamakan "Jurusan PLB" memfokuskan kajiannya pada bidang disabilitas dan keberbakatan, maka PLB merupakan padanan untuk special education.
Pendidikan Luar Biasa Atau Pendidikan Khusus?
"Pendidikan khusus" merupakan terjemahan langsung dari frase "special education", sedangkan "pendidikan luar biasa" merupakan terjemahan yang sudah disisipi nuansa rasa. Frase "luar biasa" selalu mengandung rasa yang "dilebih-lebihkan" (exagerated). Oleh karenanya, anak yang menjadi kajian PLB juga disebut "anak luar biasa"; padahal seharusnya kita menanamkan pemahaman bahwa mereka sesungguhnya anak biasa seperti anak-anak lainnya tetapi mereka memiliki kebutuhan khusus akibat disabilitasnya dan akibat lingkungan yang tidak aksesibel.
Wikipedia (2012) menyebutkan bahwa lawan dari special education adalah general education. Kalau kita menggunakan terjemahan langsung, maka kita dapat mengatakan bahwa lawan dari pendidikan khusus adalah pendidikan umum. Lalu, apa lawan dari pendidikan luar biasa? Pendidikan biasa? Tetapi istilah "pendidikan biasa" tidak lazim. Ini berarti bahwa ada sesuatu yang salah dengan istilah "pendidikan luar biasa".
Di atas semua itu, undang-undang RI membenarkan penggunaan istilah pendidikan khusus. Istilah pendidikan khusus digunakan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 32 undang-undang tersebut menggariskan bahwa "Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa."
Pendidikan Khusus, Anak Berkebutuhan Khusus, Sekolah Khusus/Sekolah Inklusif
Berdasarkan semua argumentasi yang telah dikemukakan dalam tulisan ini, maka jurusan yang selama ini disebut "pendidikan luar biasa" (di jenjang S1) dan "pendidikan kebutuhan khusus" (di jenjang S2) seharusnya diberi nama "Pendidikan Khusus". Di pihak lain, peserta didik yang menjadi fokus kajian pendidikan khusus seyogyanya kita sebut "anak berkebutuhan khusus". Perlu ditekankan kembali bahwa kebutuhan khusus anak-anak ini adalah akibat disabilitas atau keberbakatan. Adapun sekolah yang secara segregasi melayani anak berkebutuhan khusus ini seharusnya kita sebut sebagai "sekolah khusus", bukan "sekolah luar biasa". Di samping itu, anak-anak ini juga dapat memilih bersekolah di sekolah umum dengan setting pendidikan inklusif. Agar kehadiran, partisipasi dan keberhasilan anak-anak ini di sekolah umum dapat optimal, mereka perlu mendapat layanan pendidikan khusus.

Info penting dari Dirjen Dikdas

Informasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kemdiknas via SMS Gateway lewat Administrator Dapodik Kabupaten/Kota se-Indonesia dikirim tanggal 12 Oktober 2012 pukul 20.50:
"Pastikan guru status aktif dalam Aplikasi Pendataan masuk ke dalam masing-masing rombel yang diajar dan memiliki jam mengajar, sebagai dasar tunjangan guru"
Kepada operator sekolah SD dan SMP dimohon untuk mengecek data yang dikirim, serta memastikan data tahun ajaran 2012/2013 sudah masuk diserver.

Rabu, 10 Oktober 2012

Wamendibud: Kami bukan Produk Gagal Ciptaan Tuhan

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendibud) Bidang Pendidikan, Prof Musliar Kasim PhD, menyerukan agar masyarakat jangan rendah diri jika memiliki anak berkebutuhan khusus.

Hal itu disampaikan Wamendikbud saat memberikan sambutan pembukan Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pendidikan Khusus dan Layakan Khusus Pendidikan Dasar (PK-LK Dikdas) di Sanur Bali, Minggu (2/9/2012). Musliar selanjutnya mengatakan anak berkebutuhan khusus (ABK) juga memiliki talenta karena itu diselenggarakan OSN agar anak berkebutuhan khusus bisa berprestasi.

"Saya memperoleh cendera mata dari anak berkebutuhan khusus . Pada cendera mata itu tertulis bahwa: Kami (ABK) bukan produk gagal dari ciptaan Tuhan," paparnya.

Menurutnya, manusia itu pada dasanya unik karena itu layanan pendidikan harus bebas diskriminatif. Dalam UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional No.20/2003 juga menyatakan jaminan pendididikan untuk semua anak Indonesia. Sehingga pemerintah bekerjasama dengan orangtua harus memberikan layanan pendidikan.

Namun lanjutnya, hingga saat ini baru 30,5 persen anak berkebutuhan khusus yang mendapat pendidikan. Karenanya harus dilakukan upaya untuk meningkatkan daya tampung anak berkebutuhan khusus dan untuk itulah diadakan pendidikan inklusi. “Dengan begitu, kita harapkan angka partisipasi murni anak berkebutuhan khusus pada 2015 bisa meningkat mencapai 65 persen,” ujar Wamendikbud.

Pada OSN ABK Dikdas kali ini ada delapan jenis lomba diikuti oleh dari total peserta 264 dari 33 provinsi. Mereka adalah duta-duta provinsi. Siswa tunanetra mengikuti dua jenis lomba, yaitu:
1. Cerdas Cermat MIPA SDLB/Inklusi.
2. Cerdas Cermat MIPA SMPLB.

Sedangkan enam jenis lomba lainnya diikuti oleh siswa tunarungu atau tunadaksa atau autisme, yaitu:
1. Olimpiade Matematika SDLB/Inklusi.
2. Olimpiade IPA SDLB/Inklusi.
3. Olimpiade Matematika SMPLB.
4. Olimpiade IPA SMPLB.
5. Lomba IT (komputer) SMPLB/Inklusif.
6. Lomba Kewirausahaan SMPLB/Inklusif.

Selain diadakan OSN PK-LK Dikdas, bersamaan pembukaan tersebut diberikan penghargaan pendidikan iklusi dari Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kepada pemerintah daerah, perorangan dan kelompok.

Direktur Pendidikan Khusus Layanan Khusus Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Mudjito AK, mengatakan kemajuan inisiatif pendidikan inklusi dari daerah sangat luar biasa perhatiannya.

“Untuk mendorong pendidikan inklusi di daerah kami memberikan award. Penghargaan ini diberikan kepada Gubernur, Bupati, walikota serta sekolah yang berinisiatif melakukan inovasi dalam pengembangan anak berkebutuhan khusus. Hal ini juga dalam kaitan menjangkau yang tak terjangkau dan pendidikan untuk semua,” tutur Mudjito.

Adanya kepedulian daerah terhadap pengembangan sekolah inklusi menurutnya ditandai saat munculnya peraturan kementerian tahun 2005 dan diterjemahkan dengan baik oleh pemerintah daerah. “Itu yang kami apresiasi dengan memberikan award ini,” katanya.

Selasa, 09 Oktober 2012

Potensi TIK Dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Di Kelas

Teknologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan 
             Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan  TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu:
·         dari pelatihan ke penampilan,
·         dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja,
·         dari kertas ke “on line” atau saluran,
·         fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja,
·         dari waktu siklus ke waktu nyata.

Komunikasi sebagai media pendidikan  dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet.
Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu:
  1. e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
  2. pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,
  3. memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional.  Saat ini e-learning telah berkembang dalam  berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: 
v  CBT (Computer Based Training),
v  CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education,
v  CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing,
v  ILS (Integrated Learning Syatem),
v  LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
 
  Satu bentuk produk TIK adalah internet  yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK  telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
              Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka  pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat  tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama.  Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema "Asia in the New Millenium" yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb. termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul "Rebooting:The Mind Starts at School". Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai "cyber classroom" atau "ruang kelas maya" sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut "interactive learning" atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.  
              Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini,  akan tetapi berupa:
·          komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara,
·          Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb.
·          Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV,
·          alat-alat musik,
·          alat olah raga, dan
·          bingkisan untuk makan siang.  Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.           
               
Meskipun teknologi informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.

Pergeseran pandangan tentang pembelajaran
              Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu
·         siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru,
·         harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan
·         guru harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar akademik.

Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai:
  • sesuatu yang sulit dan berat,
  • upoaya mengisi kekurangan siswa,
  • satu proses transfer dan penerimaan informasi,
  • proses individual atau soliter,
  • kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi,
  • suatu proses linear.


Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai:
  • proses alami,
  • proses sosial,
  • proses aktif dan pasif,
  • proses linear dan atau tidak linear,
  • proses yang berlangsung integratif dan kontekstual,
  • aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa,
  • aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.

 Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari:
  • sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar;
  • dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.

Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu:
·          dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran
·          dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan
·          dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.

              Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu berpusat pada guru telah bergesar menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:

Lingkungan
Berpusat pada guru
Berpusat pada siswa
Aktivitas kelas
Guru sebagai sentral dan bersifat didaktis
Siswa sebagai sentral dan bersifat interaktif
Peran guru
Menyampaikan fakta-fakta, guru sebagai akhli
Kolaboratif, kadang-kadang siswa sebagai akhli
Penekanan pengajaran
Mengingat fakta-fakta
Hubungan antara informasi dan temuan
Konsep pengetahuan
Akumujlasi fakta secara kuantitas
Transformasi fakta-fakta
Penampilan keberhasilan
Penilaian acuan norma
Kuantitas pemahaman , penilaian acuan patokan
Penilaian
Soal-soal pilihan berganda
Protofolio, pemecahan masalah, dan penampilan
Penggunaan teknologi
Latihan dan praktek
Komunikasi, akses, kolaborasi, ekspresi

    
Kreativitas dan kemandirian belajar

              Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan di atas, jelas sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil  pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri sehingga memungkinkan mengembangkan  semua potensi yang dimilikinya..
              Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
              Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.


Peran guru

              Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya.

Senin, 08 Oktober 2012

Sekolah Inklusi

Apakah sekolah iklusi? Sekolah inklusi adalah sekolah regular (biasa) yang menerima ABK dan menyediakan sistem layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tanpa kebutuhan khusus (ATBK) dan ABK melalui adaptasi kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan sarana prasarananya. Dengan adanya sekolah inklusi ABK dapat bersekolah di sekolah regular yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi. Di sekolah tersebut ABK mendapat pelayanan pendidikan dari guru pembimbing khusus dan sarana prasarananya. Prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Jadi disini setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya maupun anggota masyarakat lain sehingga kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.
Mengapa harus ada sekolah inklusi? Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh manfaat maksimal dari pendidikan. UUD 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2) mengamanatkan bahwa setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Selain itu, UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, 5, 32 dan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 48 dan 49, yang pada intinya Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Jadi semua orang berhak sekolah.
Bagaimana Sekolah Inklusi Memberikan Pelayanan ABK? Di dalam sekolah inklusi terdapat peserta didik dengan berbagai macam latar belakang dari yang reguler (biasa) sampai anak berkebutuhan khusus. Pelayananan pendidikan yang diberikan secara bersamaan, sehingga akan terjadi interaksi antara keduanya, saling memahami, mengerti adanya perbedaan, dan meningkatkan empati bagi anak-anak reguler. Untuk proses belajar mata ajaran tertentu bagi sebagian ABK dengan kategori autis,  tunanetra, tunarungu, atau tuna grahita, ABK tersebut dimasukkan di dalam ruang khusus untuk ditangani guru khusus dengan kegiatan terapi sesuai kebutuhan. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut juga tetap bisa belajar di kelas regular dengan guru pendamping bersamanya selain guru kelas.
Model-model pembelajaran ABK yang dapat diterapkan di sekolah inklusi: (1).Kelas regular/ inklusi penuh yaitu ABK yang tidak mengalami gangguan intelektual mengikuti pelajaran di kelas biasa. (2). Cluster, para ABK dikelompokkan tapi masih dalam satu kelas regular dengan pendamping khusus, (3). Pull out, ABK ditarik ke ruang khusus untuk kesempatan dan pelajaran tertentu, didampingi guru khusus, (4). Cluster and pull out, kombinasi antara model cluster dan pull out, (5). Kelas khusus, sekolah menyediakan kelas khusus bagi ABK, namun untuk beberapa kegiatan pembelajaran tertentu siswa digabung dengan kelas regular, dan (6). Khusus penuh, sekolah menyediakan kelas khusus ABK, namun masih seatap dengan sekolah regular.
ABK perlukah ikut Ujian Nasional? Ujian nasional wajib diikuti oleh anak-anak reguler, sebaliknya anak ABK tidak perlu ikut ujian nasional. Setiap anak ABK memiliki kemampuan berbedaada yang memiliki kecerdasan rata-rata atau bahkan di atas rata-rata. Untuk ABK dengan kecerdasan semacam itu bisa mengikuti ujian nasional. Namun untuk ABK dengan kecerdasan kurang seperti tuna grahita sedang sampai berat dan autis dengan kecerdasan kurang diperbolehkan tidak perlu mengikuti ujian nasional. Ssaat kelulusan sekolah anak tersebut hanya memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).  Dengan berbekal surat inilah  ABK dapat  melanjutkan ke sekolah inklusi jenjang berikutnya.