Special Education 
Istilah "pendidikan luar biasa" atau "pendidikan khusus" adalah 
terjemahan dari "special education". Hingga awal tahun 1970-an Special 
education didefinisikan sebagai profesi yang dimaksudkan untuk mengelola
 variabel-variabel pendidikan guna mencegah, mengurangi, atau 
menghilangkan kondisi-kondisi yang mengakibatkan gangguan-gangguan yang 
signifikan terhadap keberfungsian anak dalam bidang akademik, 
komunikasi, lokomotor, atau penyesuaian, dan anak yang menjadi targetnya
 disebut "exceptional children" ("anak berkelainan" atau "anak luar 
biasa" (Smith et al., 1975).
Sejak tahun 1980-an, fokus special education adalah kebutuhan khusus 
anak dan intervensi lingkungan agar kebutuhan khusus anak itu dapat 
terpenuhi. Anak yang menjadi fokus special education itu disebut 
"children with special needs". Oleh karena itu, Wikipedia mendefinisikan
 special education sebagai berikut:
Special education is the education of students with special needs in a
 way that addresses the students' individual differences and needs. 
Ideally, this process involves the individually planned and 
systematically monitored arrangement of teaching procedures, adapted 
equipment and materials, accessible settings, and other interventions 
designed to help learners with special needs achieve a higher level of 
personal self-sufficiency and success in school and community than would
 be available if the student were only given access to a typical 
classroom education. (Wikipedia, 2012).
Kebutuhan khusus tersebut adalah yang diakibatkan oleh berbagai kategori disabilitas dan keberbakatan (giftedness).
Special Needs Education 
Dalam konteks pendidikan inklusif, Pernyataan Salamanca (UNESCO, 
1994) memperluas konsep kebutuhan khusus itu sehingga tidak hanya 
kebutuhan khusus akibat disabilitas dan keberbakatan tetapi juga 
mencakup "anak jalanan dan anak pekerja, anak dari penduduk terpencil 
ataupun pengembara, anak dari kelompok linguistik, etnik ataupun 
kebudayaan minoritas, serta anak dari daerah atau kelompok lain yang tak
 beruntung".
Kelompok disiplin ilmu yang mengkaji kebutuhan pendidikan dengan 
konsep yang luas ini disebut "special needs education" (pendidikan 
kebutuhan khusus).
Special Education atau Special Needs Education? 
Sebagaimana dapat kita lihat pada paparan di atas, bidang kajian 
special needs education lebih luas daripada bidang kajian special 
education. Ini berarti bahwa Special needs education bukan sekedar nama 
baru untuk special education melainkan special needs education merupakan
 perluasan bidang kajian special education. Special education hanya 
mengkaji kebutuhan khusus akibat disabilitas dan keberbakatan, sedangkan
 special needs education lebih dari itu; dia mencakup juga kajian 
tentang kebutuhan khusus akibat faktor-faktor lain seperti faktor 
ekonomi, sosial, politik, geografi, etnografi, dll. Oleh karena itu, 
bidang kajian special needs education seyogyanya juga merupakan bidang 
kajian jurusan-jurusan lain seperti PGSD, PGTK, serta berbagai jurusan 
yang berfokus pada bidang studi tertentu seperti bahasa, IPS, IPA dll.
Karena jurusan yang selama ini di UPI dinamakan "Jurusan PLB" 
memfokuskan kajiannya pada bidang disabilitas dan keberbakatan, maka PLB
 merupakan padanan untuk special education.
Pendidikan Luar Biasa Atau Pendidikan Khusus? 
"Pendidikan khusus" merupakan terjemahan langsung dari frase "special
 education", sedangkan "pendidikan luar biasa" merupakan terjemahan yang
 sudah disisipi nuansa rasa. Frase "luar biasa" selalu mengandung rasa 
yang "dilebih-lebihkan" (exagerated). Oleh karenanya, anak yang menjadi 
kajian PLB juga disebut "anak luar biasa"; padahal seharusnya kita 
menanamkan pemahaman bahwa mereka sesungguhnya anak biasa seperti 
anak-anak lainnya tetapi mereka memiliki kebutuhan khusus akibat 
disabilitasnya dan akibat lingkungan yang tidak aksesibel.
Wikipedia (2012) menyebutkan bahwa lawan dari special education 
adalah general education. Kalau kita menggunakan terjemahan langsung, 
maka kita dapat mengatakan bahwa lawan dari pendidikan khusus adalah 
pendidikan umum. Lalu, apa lawan dari pendidikan luar biasa? Pendidikan 
biasa? Tetapi istilah "pendidikan biasa" tidak lazim. Ini berarti bahwa 
ada sesuatu yang salah dengan istilah "pendidikan luar biasa".
Di atas semua itu, undang-undang RI membenarkan penggunaan istilah 
pendidikan khusus. Istilah pendidikan khusus digunakan dalam 
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 
Pasal 32 undang-undang tersebut menggariskan bahwa "Pendidikan khusus 
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan 
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, 
mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat 
istimewa."
Pendidikan Khusus, Anak Berkebutuhan Khusus, Sekolah Khusus/Sekolah Inklusif 
Berdasarkan semua argumentasi yang telah dikemukakan dalam tulisan 
ini, maka jurusan yang selama ini disebut "pendidikan luar biasa" (di 
jenjang S1) dan "pendidikan kebutuhan khusus" (di jenjang S2) seharusnya
 diberi nama "Pendidikan Khusus". Di pihak lain, peserta didik yang 
menjadi fokus kajian pendidikan khusus seyogyanya kita sebut "anak 
berkebutuhan khusus". Perlu ditekankan kembali bahwa kebutuhan khusus 
anak-anak ini adalah akibat disabilitas atau keberbakatan. Adapun 
sekolah yang secara segregasi melayani anak berkebutuhan khusus ini 
seharusnya kita sebut sebagai "sekolah khusus", bukan "sekolah luar 
biasa". Di samping itu, anak-anak ini juga dapat memilih bersekolah di 
sekolah umum dengan setting pendidikan inklusif. Agar kehadiran, 
partisipasi dan keberhasilan anak-anak ini di sekolah umum dapat 
optimal, mereka perlu mendapat layanan pendidikan khusus.
SDN Kutosari (Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif)
Blog ini berisi tentang pengetahuan dan untuk informasi kepada UPT Kecamatan Maupun Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan
Selasa, 16 Oktober 2012
Info penting dari Dirjen Dikdas
Informasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kemdiknas via SMS 
Gateway lewat Administrator Dapodik Kabupaten/Kota se-Indonesia dikirim 
tanggal 12 Oktober 2012 pukul 20.50:
"Pastikan guru status aktif dalam Aplikasi Pendataan masuk ke dalam 
masing-masing rombel yang diajar dan memiliki jam mengajar, sebagai 
dasar tunjangan guru"
Rabu, 10 Oktober 2012
Wamendibud: Kami bukan Produk Gagal Ciptaan Tuhan
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendibud) Bidang Pendidikan, 
Prof Musliar Kasim PhD, menyerukan agar masyarakat jangan rendah diri 
jika memiliki anak berkebutuhan khusus. 
 
Hal itu disampaikan Wamendikbud saat memberikan sambutan pembukan Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pendidikan Khusus dan Layakan Khusus Pendidikan Dasar (PK-LK Dikdas) di Sanur Bali, Minggu (2/9/2012). Musliar selanjutnya mengatakan anak berkebutuhan khusus (ABK) juga memiliki talenta karena itu diselenggarakan OSN agar anak berkebutuhan khusus bisa berprestasi.
 
"Saya memperoleh cendera mata dari anak berkebutuhan khusus . Pada cendera mata itu tertulis bahwa: Kami (ABK) bukan produk gagal dari ciptaan Tuhan," paparnya.
 
Menurutnya, manusia itu pada dasanya unik karena itu layanan pendidikan harus bebas diskriminatif. Dalam UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional No.20/2003 juga menyatakan jaminan pendididikan untuk semua anak Indonesia. Sehingga pemerintah bekerjasama dengan orangtua harus memberikan layanan pendidikan.
 
Namun lanjutnya, hingga saat ini baru 30,5 persen anak berkebutuhan khusus yang mendapat pendidikan. Karenanya harus dilakukan upaya untuk meningkatkan daya tampung anak berkebutuhan khusus dan untuk itulah diadakan pendidikan inklusi. “Dengan begitu, kita harapkan angka partisipasi murni anak berkebutuhan khusus pada 2015 bisa meningkat mencapai 65 persen,” ujar Wamendikbud.
 
Pada OSN ABK Dikdas kali ini ada delapan jenis lomba diikuti oleh dari total peserta 264 dari 33 provinsi. Mereka adalah duta-duta provinsi. Siswa tunanetra mengikuti dua jenis lomba, yaitu:
1. Cerdas Cermat MIPA SDLB/Inklusi.
2. Cerdas Cermat MIPA SMPLB.
 
Sedangkan enam jenis lomba lainnya diikuti oleh siswa tunarungu atau tunadaksa atau autisme, yaitu:
1. Olimpiade Matematika SDLB/Inklusi.
2. Olimpiade IPA SDLB/Inklusi.
3. Olimpiade Matematika SMPLB.
4. Olimpiade IPA SMPLB.
5. Lomba IT (komputer) SMPLB/Inklusif.
6. Lomba Kewirausahaan SMPLB/Inklusif.
 
Selain diadakan OSN PK-LK Dikdas, bersamaan pembukaan tersebut diberikan penghargaan pendidikan iklusi dari Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kepada pemerintah daerah, perorangan dan kelompok.
 
Direktur Pendidikan Khusus Layanan Khusus Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Mudjito AK, mengatakan kemajuan inisiatif pendidikan inklusi dari daerah sangat luar biasa perhatiannya.
 
“Untuk mendorong pendidikan inklusi di daerah kami memberikan award. Penghargaan ini diberikan kepada Gubernur, Bupati, walikota serta sekolah yang berinisiatif melakukan inovasi dalam pengembangan anak berkebutuhan khusus. Hal ini juga dalam kaitan menjangkau yang tak terjangkau dan pendidikan untuk semua,” tutur Mudjito.
 
Adanya kepedulian daerah terhadap pengembangan sekolah inklusi menurutnya ditandai saat munculnya peraturan kementerian tahun 2005 dan diterjemahkan dengan baik oleh pemerintah daerah. “Itu yang kami apresiasi dengan memberikan award ini,” katanya.
Hal itu disampaikan Wamendikbud saat memberikan sambutan pembukan Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pendidikan Khusus dan Layakan Khusus Pendidikan Dasar (PK-LK Dikdas) di Sanur Bali, Minggu (2/9/2012). Musliar selanjutnya mengatakan anak berkebutuhan khusus (ABK) juga memiliki talenta karena itu diselenggarakan OSN agar anak berkebutuhan khusus bisa berprestasi.
"Saya memperoleh cendera mata dari anak berkebutuhan khusus . Pada cendera mata itu tertulis bahwa: Kami (ABK) bukan produk gagal dari ciptaan Tuhan," paparnya.
Menurutnya, manusia itu pada dasanya unik karena itu layanan pendidikan harus bebas diskriminatif. Dalam UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional No.20/2003 juga menyatakan jaminan pendididikan untuk semua anak Indonesia. Sehingga pemerintah bekerjasama dengan orangtua harus memberikan layanan pendidikan.
Namun lanjutnya, hingga saat ini baru 30,5 persen anak berkebutuhan khusus yang mendapat pendidikan. Karenanya harus dilakukan upaya untuk meningkatkan daya tampung anak berkebutuhan khusus dan untuk itulah diadakan pendidikan inklusi. “Dengan begitu, kita harapkan angka partisipasi murni anak berkebutuhan khusus pada 2015 bisa meningkat mencapai 65 persen,” ujar Wamendikbud.
Pada OSN ABK Dikdas kali ini ada delapan jenis lomba diikuti oleh dari total peserta 264 dari 33 provinsi. Mereka adalah duta-duta provinsi. Siswa tunanetra mengikuti dua jenis lomba, yaitu:
1. Cerdas Cermat MIPA SDLB/Inklusi.
2. Cerdas Cermat MIPA SMPLB.
Sedangkan enam jenis lomba lainnya diikuti oleh siswa tunarungu atau tunadaksa atau autisme, yaitu:
1. Olimpiade Matematika SDLB/Inklusi.
2. Olimpiade IPA SDLB/Inklusi.
3. Olimpiade Matematika SMPLB.
4. Olimpiade IPA SMPLB.
5. Lomba IT (komputer) SMPLB/Inklusif.
6. Lomba Kewirausahaan SMPLB/Inklusif.
Selain diadakan OSN PK-LK Dikdas, bersamaan pembukaan tersebut diberikan penghargaan pendidikan iklusi dari Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kepada pemerintah daerah, perorangan dan kelompok.
Direktur Pendidikan Khusus Layanan Khusus Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Mudjito AK, mengatakan kemajuan inisiatif pendidikan inklusi dari daerah sangat luar biasa perhatiannya.
“Untuk mendorong pendidikan inklusi di daerah kami memberikan award. Penghargaan ini diberikan kepada Gubernur, Bupati, walikota serta sekolah yang berinisiatif melakukan inovasi dalam pengembangan anak berkebutuhan khusus. Hal ini juga dalam kaitan menjangkau yang tak terjangkau dan pendidikan untuk semua,” tutur Mudjito.
Adanya kepedulian daerah terhadap pengembangan sekolah inklusi menurutnya ditandai saat munculnya peraturan kementerian tahun 2005 dan diterjemahkan dengan baik oleh pemerintah daerah. “Itu yang kami apresiasi dengan memberikan award ini,” katanya.
Selasa, 09 Oktober 2012
Potensi TIK Dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Di Kelas
Teknologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan 
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu:
  
                
     
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu:
·         dari pelatihan ke penampilan, 
·         dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, 
·         dari kertas ke “on line” atau saluran, 
·         fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, 
Komunikasi
 sebagai media pendidikan  dilakukan dengan menggunakan media-media 
komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi 
antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka 
tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru 
dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. 
Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas 
dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan 
menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah 
berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, 
yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. 
Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. 
Menurut
 Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi 
internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang 
belandaskan tiga kriteria yaitu: 
- e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
 - pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,
 - memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti:
 
v  CBT (Computer Based Training), 
v  CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, 
v  CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, 
v  ILS (Integrated Learning Syatem), 
v  LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb. 
 
 Satu bentuk produk TIK adalah internet  yang berkembang pesat di 
penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan 
dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai 
aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era 
globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan 
terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas 
kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat 
mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai 
bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan 
perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa 
terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta 
penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada 
masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam 
menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah 
tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat
 manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa 
yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan
 kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. 
TIK  telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses 
pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka 
antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas. 
              Di
 masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui 
jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut 
siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau 
ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka  pendidikan khususnya 
proses pembelajaran cepat atau lambat  tidak dapat terlepas dari 
keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama.  Majalah 
Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan 
dalam tema "Asia in the New Millenium" yang memberikan gambaran berbagai
 kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai 
aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, 
pendidikan, dsb. termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam 
berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan 
dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul 
"Rebooting:The Mind Starts at School". Dalam tulisan tersebut 
dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan 
jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk 
seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak 
duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang
 akan datang disebut sebagai "cyber classroom" atau "ruang kelas maya" 
sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara 
individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut "interactive
 learning" atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. 
Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas 
pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk 
memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan 
melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan 
individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh 
pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum 
dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak 
dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga
 memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju 
berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam 
situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran 
sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.   
           
   Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa 
mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis 
seperti sekarang ini,  akan tetapi berupa: 
·          komputer
 notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan 
materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat 
atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara,
·          Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb.
·          Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, 
·          alat-alat musik, 
·          alat olah raga, dan 
·          bingkisan
 untuk makan siang.  Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak 
sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet 
sebagai alat bantu belajar.           
Meskipun
 teknologi informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah
 terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif
 dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan 
kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah
 dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang 
dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat
 individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari 
aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan 
informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang 
memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak 
sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat 
mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis 
tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu 
memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara 
proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang
 tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.
Pergeseran pandangan tentang pembelajaran
              Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu 
·         siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, 
·         harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan 
·         guru
 harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat
 dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar 
akademik. 
Sejalan
 dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran 
pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam
 pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), 
proses pembelajaran dipandang sebagai: 
- sesuatu yang sulit dan berat,
 - upoaya mengisi kekurangan siswa,
 - satu proses transfer dan penerimaan informasi,
 - proses individual atau soliter,
 - kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi,
 - suatu proses linear.
 
Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: 
- proses alami,
 - proses sosial,
 - proses aktif dan pasif,
 - proses linear dan atau tidak linear,
 - proses yang berlangsung integratif dan kontekstual,
 - aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa,
 - aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
 
 Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: 
- sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar;
 - dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.
 
Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: 
·          dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran
·          dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan
·          dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain. 
           
   Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu berpusat pada guru telah 
bergesar menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci dapat digambarkan 
sebagai berikut:
Lingkungan 
 |    
Berpusat   pada guru 
 |    
Berpusat   pada siswa 
 |   
Aktivitas   kelas 
 |    
Guru   sebagai sentral dan bersifat didaktis 
 |    
Siswa sebagai   sentral dan bersifat interaktif 
 |   
Peran   guru 
 |    
Menyampaikan   fakta-fakta, guru sebagai akhli 
 |    
Kolaboratif,   kadang-kadang siswa sebagai akhli 
 |   
Penekanan   pengajaran 
 |    
Mengingat   fakta-fakta 
 |    
Hubungan antara   informasi dan temuan 
 |   
Konsep   pengetahuan 
 |    
Akumujlasi   fakta secara kuantitas 
 |    
Transformasi   fakta-fakta 
 |   
Penampilan   keberhasilan 
 |    
Penilaian   acuan norma 
 |    
Kuantitas   pemahaman , penilaian acuan patokan 
 |   
Penilaian 
 |    
Soal-soal   pilihan berganda 
 |    
Protofolio,   pemecahan masalah, dan penampilan 
 |   
Penggunaan   teknologi 
 |    
Latihan   dan praktek 
 |    
Komunikasi,   akses, kolaborasi, ekspresi 
 |   
Kreativitas dan kemandirian belajar
           
   Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana 
dikemukakan di atas, jelas sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup 
berarti terhadap proses dan hasil  pembelajaran baik di kelas maupun di 
luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, 
pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang 
pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai 
infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. 
Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju 
berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. 
Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian
 diri sehingga memungkinkan mengembangkan  semua potensi yang 
dimilikinya.. 
           
   Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini 
kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi 
dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini 
dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas
 memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi 
kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki 
kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi 
afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin 
tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak 
mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin
 mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. 
Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat 
ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian 
sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini sebab 
kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan 
dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan 
kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, 
konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak,
 mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap 
berbagai hal.
           
   Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, 
maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya 
kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK 
memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki 
nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan 
yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai 
informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga 
meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi
 berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan 
kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik
 terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. 
Peran guru
           
   Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap 
siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa 
memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam 
melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru
 memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK 
dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran 
anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser
 menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, 
karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah 
satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan
 bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu
 guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, 
partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru
 harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk 
mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi 
masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan 
tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam 
bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar 
permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan 
mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada.
 Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu 
situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku 
pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak 
yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami 
kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. 
Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian 
dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan 
belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang 
pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya 
berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari 
interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah 
satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai 
fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan
 guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk 
mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, 
guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak 
yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. 
Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus 
belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan 
kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus 
selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan 
digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang 
mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku
 petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu 
menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus 
didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis 
kualitas profesionaliemenya.
Senin, 08 Oktober 2012
Sekolah Inklusi
Apakah sekolah iklusi? Sekolah inklusi adalah sekolah regular (biasa)
 yang menerima ABK dan menyediakan sistem layanan pendidikan yang 
disesuaikan dengan kebutuhan anak tanpa kebutuhan khusus (ATBK) dan ABK 
melalui adaptasi kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan sarana 
prasarananya. Dengan adanya sekolah inklusi ABK dapat bersekolah di 
sekolah regular yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi. Di sekolah 
tersebut ABK mendapat pelayanan pendidikan dari guru pembimbing khusus 
dan sarana prasarananya. Prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah
 selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa 
memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Jadi
 disini setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, 
dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya maupun anggota 
masyarakat lain sehingga kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.
Mengapa harus ada sekolah inklusi? Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh manfaat maksimal dari pendidikan. UUD 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2) mengamanatkan bahwa setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Selain itu, UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, 5, 32 dan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 48 dan 49, yang pada intinya Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Jadi semua orang berhak sekolah.
Bagaimana Sekolah Inklusi Memberikan Pelayanan ABK? Di dalam sekolah inklusi terdapat peserta didik dengan berbagai macam latar belakang dari yang reguler (biasa) sampai anak berkebutuhan khusus. Pelayananan pendidikan yang diberikan secara bersamaan, sehingga akan terjadi interaksi antara keduanya, saling memahami, mengerti adanya perbedaan, dan meningkatkan empati bagi anak-anak reguler. Untuk proses belajar mata ajaran tertentu bagi sebagian ABK dengan kategori autis, tunanetra, tunarungu, atau tuna grahita, ABK tersebut dimasukkan di dalam ruang khusus untuk ditangani guru khusus dengan kegiatan terapi sesuai kebutuhan. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut juga tetap bisa belajar di kelas regular dengan guru pendamping bersamanya selain guru kelas.
Model-model pembelajaran ABK yang dapat diterapkan di sekolah inklusi: (1).Kelas regular/ inklusi penuh yaitu ABK yang tidak mengalami gangguan intelektual mengikuti pelajaran di kelas biasa. (2). Cluster, para ABK dikelompokkan tapi masih dalam satu kelas regular dengan pendamping khusus, (3). Pull out, ABK ditarik ke ruang khusus untuk kesempatan dan pelajaran tertentu, didampingi guru khusus, (4). Cluster and pull out, kombinasi antara model cluster dan pull out, (5). Kelas khusus, sekolah menyediakan kelas khusus bagi ABK, namun untuk beberapa kegiatan pembelajaran tertentu siswa digabung dengan kelas regular, dan (6). Khusus penuh, sekolah menyediakan kelas khusus ABK, namun masih seatap dengan sekolah regular.
ABK perlukah ikut Ujian Nasional? Ujian nasional wajib diikuti oleh anak-anak reguler, sebaliknya anak ABK tidak perlu ikut ujian nasional. Setiap anak ABK memiliki kemampuan berbedaada yang memiliki kecerdasan rata-rata atau bahkan di atas rata-rata. Untuk ABK dengan kecerdasan semacam itu bisa mengikuti ujian nasional. Namun untuk ABK dengan kecerdasan kurang seperti tuna grahita sedang sampai berat dan autis dengan kecerdasan kurang diperbolehkan tidak perlu mengikuti ujian nasional. Ssaat kelulusan sekolah anak tersebut hanya memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Dengan berbekal surat inilah ABK dapat melanjutkan ke sekolah inklusi jenjang berikutnya.
Mengapa harus ada sekolah inklusi? Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh manfaat maksimal dari pendidikan. UUD 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2) mengamanatkan bahwa setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Selain itu, UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, 5, 32 dan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 48 dan 49, yang pada intinya Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Jadi semua orang berhak sekolah.
Bagaimana Sekolah Inklusi Memberikan Pelayanan ABK? Di dalam sekolah inklusi terdapat peserta didik dengan berbagai macam latar belakang dari yang reguler (biasa) sampai anak berkebutuhan khusus. Pelayananan pendidikan yang diberikan secara bersamaan, sehingga akan terjadi interaksi antara keduanya, saling memahami, mengerti adanya perbedaan, dan meningkatkan empati bagi anak-anak reguler. Untuk proses belajar mata ajaran tertentu bagi sebagian ABK dengan kategori autis, tunanetra, tunarungu, atau tuna grahita, ABK tersebut dimasukkan di dalam ruang khusus untuk ditangani guru khusus dengan kegiatan terapi sesuai kebutuhan. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut juga tetap bisa belajar di kelas regular dengan guru pendamping bersamanya selain guru kelas.
Model-model pembelajaran ABK yang dapat diterapkan di sekolah inklusi: (1).Kelas regular/ inklusi penuh yaitu ABK yang tidak mengalami gangguan intelektual mengikuti pelajaran di kelas biasa. (2). Cluster, para ABK dikelompokkan tapi masih dalam satu kelas regular dengan pendamping khusus, (3). Pull out, ABK ditarik ke ruang khusus untuk kesempatan dan pelajaran tertentu, didampingi guru khusus, (4). Cluster and pull out, kombinasi antara model cluster dan pull out, (5). Kelas khusus, sekolah menyediakan kelas khusus bagi ABK, namun untuk beberapa kegiatan pembelajaran tertentu siswa digabung dengan kelas regular, dan (6). Khusus penuh, sekolah menyediakan kelas khusus ABK, namun masih seatap dengan sekolah regular.
ABK perlukah ikut Ujian Nasional? Ujian nasional wajib diikuti oleh anak-anak reguler, sebaliknya anak ABK tidak perlu ikut ujian nasional. Setiap anak ABK memiliki kemampuan berbedaada yang memiliki kecerdasan rata-rata atau bahkan di atas rata-rata. Untuk ABK dengan kecerdasan semacam itu bisa mengikuti ujian nasional. Namun untuk ABK dengan kecerdasan kurang seperti tuna grahita sedang sampai berat dan autis dengan kecerdasan kurang diperbolehkan tidak perlu mengikuti ujian nasional. Ssaat kelulusan sekolah anak tersebut hanya memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Dengan berbekal surat inilah ABK dapat melanjutkan ke sekolah inklusi jenjang berikutnya.
Langganan:
Komentar (Atom)